Sabtu, 16 Juli 2011

Burung Gagak

Di suatu sore yang indah, duduk seorang ibu setengah baya bersama anaknya dipelataran rumah, Anak sang ibu baru saja pulang dari kota besar setelah sekian lama menuntut ilmu. Diwajah ibu yang sudah mulai berkerut tampak rasa bahagia mendapatkan anaknya sudah menjadi sarjana, mereka anak dan ibu berbincang-bincang sambil melepaskan kangen. Tampak si anak begitu bersemangat bercerita pengalamannya selama berada di luar kota dan ibunya pun mendengarkan dengan terkagum-kagum. tiba-tiba diranting pohon depan rumahnya hinggap seekor burung yang sedang mengepakan sayapnya.
Burung apa itu,?” Tanya sang ibu dengan sedikit kaget karena bunyi kepakan sayap yang memecahkan keseriusan mereka yang sedang ngobol.
oh.. itu burung gagakjawab si anak sambil tersenyum kemudian dirinya pun melanjutkan ceritanya.
Itu burung apa Baru beberapa saat si anak melanjutkan ceritanya, Sang ibu bertanya lagi kepada anaknya dengan tatapan tanpa berkedip ke pohon yang dihinggapi burung itu.
Burung gagakkembali anaknya memberitahu.
“Itu burung apa?” Lagi-lagi Sang ibu kembali menanyakan burung tersebut saat si anak hendak membuka mulut untuk bercerita lagi.
“Ibu, tadi kan saya sudah bilang itu burung gagak, ibu ini gimana sih?,” Tampaknya  kesabaran si anak sudah mulai hilang, dia pun tidak berselera untuk bercerita lebih banyak lagi saat itu juga, dirinya diam sambil menahan rasa kesal.
“Itu burung gagak yah?” Ibunya masih menanyakan hal yang sama.
“Ibu ini budeg yach, baru saja saya pergi beberapa tahun ibu sudah menjadi orang yang aneh, ibu mau tahu itu burung apa ? itu burung gagak…. BURUNG GAGAK” kali ini benar-benar hilang kesabaranya. Kekesalanya pun memuncak menghadapi ibunya yang berkali-kali menanyakan hal yang sama. Ia pun meninggalkan ibunya, dirinya dengan langkah yang kasar pun masuk kekamar. Dirinya tidak mau peduli dengan ibunya.
Baru saja dirinya mau merebahkan diri dikasur, tiba-tiba ibunya sudah muncul didepan pintu menghampirinya.
“Ibu mau tanya lagi, itu burung gagak….burung gagak….burung gagak” Baru saja melihat ibunya mau membuka mulut, si anak sudah berteriak-teriak membentak ibunya.
Ternyata Sang ibu tidak menghampiri anaknya tetapi langkah kakinya menuju lemari kayu yang sudah usang disudut kamar anaknya. Ia membuka laci dan mengambil sebuah buku yang tidak kalah berumurnya dengan lemari kayu yang sudah reyot itu, setekah itu baru dirinya mendekati anaknya. Sementara si anak masih saja menahan kedongkolan di hati, ia pun memalingkan wajahnya kedinding, tidak mau melihat ibunya.
“Anakku coba lihat buku tua ini” Ucap ibunya dengan penuh kelembutan. Dan dibalik nada yang terdengar tersimpan kekalutan kemudian si anak pun pelan-pelan membalikkan badannya dan menerima buku yang disodorkan ibunya, kali ini dirinya sudah tak seemosi tadi, namun diwajahnya terlihat kebingungan.
“Buku apa ini?”
“Bukalah ” perintah ibunya.
Kemudian si anak pun membuka halaman demi halaman dan semakin terlihat semakin membingungkan, karena didalam buku  sama sekali tidak ada tulisan melainkan hanya garis tegak, hanya jumlahnya saja yang berbeda pada setiap halaman. Si anak semakin tidak mengerti apa maksud ibunya.
“saya tidak mengerti semua ini” Ucap si anak lalu langsung mengembalikkan buku yang ada di tangan kepada ibunya.
“Kamu kan tahu ibu tidak bisa membaca dan menulis” Ibunya tidak menerima buku usang itu.
“makanya kasih tahu dong” Tampak si anak mulai emosi lagi.
“Baiklah anakku kalau kamu memang ingin tahu apa isi buku ini coba kamu hitung ada berapa garis pada halaman pertama?” Sang ibu memberikan petunjuk, dengan malas-malasan si anak pun  mengikuti kemauan si ibu.
“lima belas” jawab si anak setelah selesai menghitung.
“Halaman kedua” Tanya ibunya kembali.
“Dua puluh” Kembali si anak menjawab setelah selesai menghitung.
“Halaman ketiga” Kembali lagi ibunya bertanya.
“Ibu ini sudah benar-benar gila, tadi ibu menanyakan hal yang sama berkali-kali, sekarang menyuruh saya menghitung garis-garis  yang ada disetiap halaman buku tua ini. Sebenarnya ibu maunya apa? Kembali meledak amarah si anak dan buku tua itu dilempar begitu saja kelantai.
Sang ibu memungut buku yang tergeletak dilantai.
“Anakku ternyata menghadapi ibumu sendiri saja kamu tidak punya kesabaran. Ketahuilah anakku halaman pertama ada lima belas garis, artinya ketika kecil kamu pernah menanyakan tentang burung gagak sebanyak lima belas kali, tetapi karena rasa sayang ibu, ibu selalu menjawab tanpa rasa kesal. Halaman kedua itu artinya pernah suatu malam ibu terbangun sebanyak dua puluh kali ketika kamu sakit dan ibu lakukan tanpa menegluh. Halaman lainnya ada yang mewakili kenakalan kamu disekolah, air mata ibu air mata ibu saat itu merindukanmu. Ibu yakin kamu bisa memahami karena setiap halaman ada gambarnya seperti halaman pertama ada gambar burung”
Tanpa sadar si anak meneteskan air mata dan merasa berdosa terhadap ibunya. Kemudian ia pun langsung bersujud kehadapan ibunya meminta ampun, Sang ibu pun memaafkannya kemudian mereka saling berpelukan haru.
Sekalipun amal kebajikan kita memenuhi ruang semesta kita ini. Jika kita tidak berbakti kepada orang tua selamanya pintu surga tertutup rapat untuk kita.
sumber : Open your Eyes change your mind (Andy Stevenio)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar